Judul : OPINI: Orang Biasa, Muda, Beda, Local Wisdom, Berkarya (Bagian 1)
link : OPINI: Orang Biasa, Muda, Beda, Local Wisdom, Berkarya (Bagian 1)
OPINI: Orang Biasa, Muda, Beda, Local Wisdom, Berkarya (Bagian 1)
M. Awaluddin A. |
Sepintas kata yang sederhana, hanya mebalikkan dan menyama-nyamakan akhirannya, dikalangan bugis lasim dikenal dengan “leccu-leccu ada”. Entah kenapa saya “baper” dengan kata ini seakan tidak cukup 9.772 karakter atau setara dengan 1.348 kata dan lebih dari 1.000 viewer yang saya curahkan dalam tulisan sebelumnya “Konstribusi 5,7 Miliar Tenaga Honorer Bone”.
Intinya masih bahasan tentang anak muda bone yang menjadi harapan Bone kedepannya.Kegelisahan tentang kemampuan yang lebih oleh anak muda ini yang sangat dibutuh dan pernah saya buktikan beberapa kali kala itu. Seakan saya terdoktrin oleh semangat sang proklamator
“berikan 10 pemuda maka akan saya guncangkan dunia”, mungkin bila jatuhnya saya ATM (Amati Tiru Modifikasi) jadinya “berikan 10 pemula maka akan saya guncangkan ammegge” (call back.., leccu-leccu ada, hehehe. Hanya merubah kata pemuda:pemula, dan masukkan kata ammegge).
Karena untuk maju maka yang mesti dilakukan adalah terus berkarya dan menerima masukan-masukan disekitar, maka tulisan ini juga dipicu oleh beberapa masukan termasuk tentang membuat bacaan ini berseri, terima kasih daengku “yang punya otoritas dimuatnya tulisan ini” atas masukannya. Kedepannya untuk bahasan anak muda bone akan tetap dengan judul yang sama dan berseri namun di bungkus dengan sub bab lanjutan.
Takut kepanjangan, langsung saja dibahas bahwa “Siri” dalam bahasa indonesia adalah malu, merupakan simbol akan karakter pendahulu bugis yang dikenal mendunia dan dipelihara oleh nenek moyang suku Bugis Makassar. Terkadang hanya dengan persoalan malu mereka mempertaruhkan nyawa, itu dulu.
[next]
Tapi saat ini masih ada beberapa yang memelihara hal yang saya maksudkan sebelumnya dan sudah banyak yang mengabaikannya. Dalam terjemahan saya bahwa jika siri taruhannya nyawa maka secara sederhana boleh dikatakan bahwa siri itu adalah simbol keberanian.
Sekarang ditemukan 2 kata yang sangat menarik kita telusuri bersama yakni “malu” dan “berani”. Karena saya bukan pakar matematika yang mengkaji tentang dalamnya “subtitusi”, tetapi saya mencoba untuk mengaitkannya dengan “siri dipusiri na de dipusiri”, jika menggunakan kata malu maka maknanya bisa diterjemahkan bahwa “malu yang seperti apa yang selayaknya dan malu yang bagaimana yang bukan selayaknya”.
Bila mensubtitusi kata berani maka kurang lebih maknanya adalah “berani yang bagaimana semestinya dan berani yang bagimana yang tidak selayaknya”. Apa hubungannya dengan anak muda bone bahasan ini sebenarnya? Menurut saya sangat dalam dan bahkan bisa menjadi penentu masa depan.
Dari sudut pandang mana? Bahwa banyak penempatan siri yang kadang menjebak dari tujuan yang ideal dari anak muda. Tujuan ideal yang saya maksudkan adalah anak muda yang berprestasi, yang mandiri, berkarya, mengayomi dan mejadi pelopor, anak muda yang tidak akan menjadi tamu di kampungnya sendiri, anak muda menyikapi MEA sebagai peluang bukan ancaman.
Banyak lagi tujuan yang mungkin ada didalam benak kita semua, tapi sayangnya jalan pintas menjadi prioritas utama, tidakkah semua butuh proses kawan. Bijaklah melihat tujuan, hindari terlalu banyak menonton film yang skenarionya telah diatur sedemikian rupa dimana jalan kehidupan ini tidak sebegitu mudahnya. Pilihannya adalah teman-teman mau “malu” di awal (proses), atau “malu” di akhir (hasil). Seperti biasanya akan enteng kita menjawab malu diakhir, tetapi tetap mengabaikan proses.
[next]
Ayo lihat diri kita, lihat sekeliling kita. Masa muda kita sia-siakan dengan membuat harapan yang hitungan kepastiannya tidak nyata. Nongkrong sana sini, berprilaku konsumtif, beli barang bermerek, pakaian bermerek, jam tangan bermerek, berkendara kiri kanan dan banyak lagi.
Pertanyaannya adalah, uangnya dari mana? Yups dari orang tua, sampai kapan? Pepatah yang pantas adalah “namo bulu cappu mato” “meskipun gunung akan habis”, bila prilaku konsumtif itu kita biarkan, kita akan jadi tamu di kampung sendiri. Jawaban lain, saya membelinya karena ada gaji, yups betul. Seberapa kuat gaji teman-teman bertahan bila betul-betul anda bekerja dengan gaji, bila hitungan sederhananya adalah “pendapatan-pengeluaran=simpanan/utang”.
Peningkatan “pendapatan” anda seberapa cepat dibanding dengan “pengeluaran”? jelas hitungan hasilnya bila kebiasaan konsumtif tidak diubah, maka simpanannya kecil atau bahkan berutang? Malu yang bagaimana yang anda cari? malu karena “gengsi” berasesoris mewah saat ini, atau 15 tahun kedepan punya perusahaan sendiri, mempekerjakan banyak orang, besedekah lebih banyak, menyekolahkan anak-anak kalian di tempat yang kompetitif untuk meneruskan generasi Bone yang kompeten.
Malu lah karna saat ini anda masih meminta ke orang tua kalian, masih memamerkan fasilitas hasil keringat orang tua kalian. Malulah karena kalian tidak bekerja dan tidak berpenghasilan, malulah karena masih menjadi beban keluarga.
Carilah peluang yang realistis tidak hanya jadi “anak honor” sebagai jalan pintas untuk menutupi kelemahan mu untuk berkompetisi, dengan terus berharap menjadi PNS. 0,00 sekian persen pulang kalian di PNS, berhitunglah dengan realistis.
Dengan jadi PNS secara otomatis anda akan menjadi beban baru di APBD, bukankah kalian ingin membangun bone? Jika APBDnya untuk belanja pegawai, membangunnya kapan? Janganlah malu dengan pakaian sederhanamu, dengan kendaraan bututmu, dengan jualan kuemu, dengan jeri payahmu memelihara 2.000 ayam broiler titipan perusahaan, seperti yang dilakukan Anas dindaku yang sambil kuliah.
Janganlah malu dengan jualan pulsa, jualan kelapa, jualan bubur. Hitungannya jelas Rp. 50.000,- perhari kalian dapatkan Rp 1,5 juta sebulan. Karena ketidak pastian pendapatan mu, maka peluang untung pengeluaranmu akan terkontrol sendiri, maka rujukan “pendapatan-pengeluaran=simpanan/utang”, peluangmu besar untuk simpanan besar, selama emosimu terjaga untuk tidak konsumtif.
Beranilah memulai karena khayalan dan ketakutan kalian akan menjadi penghambat suksesmu. Jangan hanya berani meminta kepada orang tuamu.Pililah siri yang pantas “siri dipusiri na de dipusiri”. Bila “anak honor” saja bisa berkonstribusi 5,7M pertahun untuk Bone, maka dengan “siri” ini konstribusimu jauh lebih membanggakan leluhurmu, dan Bonemu tetap jaya dalam tantangan. Tetap menjadi tuan rumah di kampung sendiri.
PENULIS : M. Awaluddin A.
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi Publik
EDITOR : RISWAN
COPYRIGHT © BONEPOS 2016
Demikianlah Artikel OPINI: Orang Biasa, Muda, Beda, Local Wisdom, Berkarya (Bagian 1)
Sekianlah artikel OPINI: Orang Biasa, Muda, Beda, Local Wisdom, Berkarya (Bagian 1) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel OPINI: Orang Biasa, Muda, Beda, Local Wisdom, Berkarya (Bagian 1) dengan alamat link https://kabarkatanya.blogspot.com/2016/08/opini-orang-biasa-muda-beda-local.html
0 Response to "OPINI: Orang Biasa, Muda, Beda, Local Wisdom, Berkarya (Bagian 1)"
Posting Komentar