Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (1)

Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (1) - Hallo sahabat KABAR KATANYA, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (1), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, Artikel Daerah, Artikel Kabar, Artikel Kabar Katanya, Artikel Maluku, Artikel Ragam, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (1)
link : Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (1)

Baca juga


Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (1)

Oleh: Dipl.-Oekonom, Engelina Pattiasina Sejak awal abad 21, kebijakan departemen pertahanan Amerika Serikat (AS) di bidang ekonomi dan maritim, mulai bergeser dari fokus Eurocentric ke Asia-Pacific-centric. Isu utamanya ialah dampak ekonomi terhadap kehadiran angkatan laut Amerika Serikat di zona strategis secara ekonomi-maritim seperti Asia-Pasifik (Sam J. Tangredi, 2002:11). Indikatornya antara lain pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Pasifik, khususnya Republik Rakyat Tiongkok (RRT), yang memacu lonjakan kebutuhan pasokan energi. Sam Tangredi mengungkapkan, Departemen Pertahanan AS (Department of Defense/DoD) tahun 2001 memperkirakan, kemungkinan lebih dari 50 persen produksi minyak asal Timur-Tengah digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi zona Asia Pasifik awal abad 21. Sebagian besar tanker pasokan dan distribusi minyak ini akan melintasi rute celah sempit Selat Hormuz antara Iran dan Oman dan Selat Malaka antara Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Sejak munculnya negara yang tergabung dalam BRIC (Brazil, Rusia, India, China) telah menjadi simbol perubahan kekuatan ekonomi global yang selama ini didominasi kelompok negara maju dalam G-7 (AS, Inggris, Jerman, Jepang, Rusia, Italia dan Kanada). Bahkan, negara yang tergabung dalam BRIC ini sudah mendeklarasikan untuk mengembangkan sumber pendanaan yang menyaingi Internationl Monetary Fund (IMF). Hanya saja, sampai saat ini belum bisa terealisasi. Melihat daya beli dan Produk Domestik Bruto (PDB), RRT telah menggeser posisi Jepang sebagai kekuatan ekonomi ke-2 setelah AS. India memasuki posisi ke-4, jauh lebih besar dari Jerman dan Inggris. Jadi, secara ekonomi, sesungguhnya sejak 2010, posisi RRT telah melewati Jepang. PDB Jepang pada tahun 2010 adalah 5.474 triliun dolar AS, sementara PDB Cina telah mencapai 5.879 triliun dolar AS. Tulisan singkat ini hendak membahas posisi dan pilihan Maluku merespons pergeseran pusat ekonomi dunia ke Asia Pasifik awal abad 21. Maluku pernah menjadi kawasan yang paling dicari dunia pada masa silam. Ini seolah membenarkan ungkapan “There is nothing new under the sun!”(Belum ada yang benar-benar baru di bawah matahari). Kita juga bisa meminjam kata penerima Nobel Sastra asal Irlandia, George Bernard Shaw (Juli 1856-November 1950) yang menyatakan, “History repeats itself!” Bahwa siklus sejarah acapkali berulang dalam bentuk nyaris mirip. Pergeseran pusat ekonomi ke Asia Pasifik awal abad ini juga sekilas merupakan siklus pengulangan sejarah. Ekonomi dan Jalur Rempah “It’s stupid to be afraid!” Begitu judul Der Spiegel edisi 8 Agustus 2005 mengutip Lee Kuan Yew, mantan Perdana Menteri (PM) Singapura, tentang kebangkitan ekonomi Asia, pergeseran center of gravity ekonomi dunia dari Eropa ke Asia Pasifik dan ambisi RRT melahirkan tata dunia baru Asia Pasifik khususnya awal abad 21 tersebut di atas. Alasan Lee Kuan Yew, karena pada abad 18 M, India dan RRT pernah mengisi 40 persen PDB dunia (Sean Harkin, 2012). Namun, Lee Kuan Yew barangkali lupa, pertumbuhan ekonomi India dan RRT hingga abad 18 Masehi itu terjadi karena perdagangan rempah-rempah yang khususnya berasal dari Tana Maluku (Cynthia Clark Northrup et al., 367-371), bukan karena sutera, teh dan keramik RRT dan Jepang melalui Jalur Sutera (Silk Routes). Jalur Sutera dirintis oleh saudagar RRT sejak abad 1 SM hingga abad 15 Masehi sepanjang Asia Tengah dan Asia Barat ke Eropa (Fu Peng, 2014) yang menyisakan padang-pasir di zona Asia Tengah. Tetapi, Jalur Rempah (Spice Routes) yang sesungguhnya menggerakkan roda perekonomian dunia yang mampu melahirkan peradaban baru. Secara historis, zona-zona pusat ekonomi di Asia Pasifik sejak Abad Pertengahan hingga awal abad 21 adalah jalur-jalur yang juga pernah dilintasi jalur rempah. Hingga awal abad 18 Masehi, misalnya, lada, pala, dan cengkeh yang berkualitas terbaik, hanya tumbuh di kepulauan Maluku. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa lebih dari 3000 tahun silam, rempah asal Maluku telah diperdagangkan hingga Persia (Thomas M. Leonard, ed, 2006: 1453). Pengaruh Rempah Karena rempah-rempah asal Maluku, abad 16-17 Masehi, kekuatan kolonial asal Eropa membangun armada laut, pelabuhan-pelabuhan, dan benteng-benteng pertahanan. Koloni mula-mula diberlakukan oleh Inggris di Banda abad 16 Masehi. Rempah diproduksi dan dipasok dari Maluku dan didistribusi ke Batavia, Malaka, Manila, Tayouan (Taiwan), Calicut (India), Goa (India), Mogadishu (Afrika Timur), Laut Merah, Teluk Persia, Macao, Hong Kong, San Salvador (Taiwan), Deshima, hingga Nagasaki di Jepang (Ride L. et al, 1999: 15-23; HM Scott, 2008). Pada awal abad 18 Masehi, imajinasi dan representasi rempah asal Maluku mulai berubah. Rempah Maluku tidak hanya melahirkan kolonialisme yang mengekstraksi profit, tetapi juga dokumentasi sejarah dan riset ilmiah (Foucault, 1973: 54). Pionirnya ialah Georgius Everhardus Rumphius (November 1627 – Juni 1702), ahli botani asal Jerman dan naturalis François Valentijn (April 1666-Agustus 1727) asal Belanda. Peta dan ilustrasi botani rempah Maluku mulai diterbitkan di Eropa dari hasil karya keduanya awal abad 18 Masehi. Beberapa karya Rumphius yang sangat penting, yakni Het Amboinsche Kruidboek atau Herbarium Amboinense, buku mengenai rempah-rempah dan botani yang terbit tahun 1695 dan buku D’Amboinsche Rariteitkamer atau Barang-barang aneh dan langka dari Maluku yang diterbitkan tahun 1705. Munculnya berbagai informasi di Eropa mendorong Perancis dan Inggris berupaya untuk mengakhiri dominasi dan monopoli Belanda terhadap perdagangan rempah asal Maluku, bukan melalui kekuatan militer, tetapi melalui kecerdikan, determinasi dan transplantasi. Abad 18 Masehi, Perancis dan Inggris berupaya mengakhiri label Maluku sebagai satu-satunya The Spice Islands di dunia. Pada Juli 1729, misalnya, ekspedisi Peter Poivre membawa tanaman lada dan pala dari Maluku ke Mauritus. (Groves, 1995: 172). Tahun 1753, Poivre berhasil menyelundupkan 5 (lima) semai pertama lada dan pala dari Maluku (Corn, 1998:221). Upaya awal Poivre gagal karena lada dan palanya tidak tumbuh di Mauritius. Tahun 1770, Poivre berhasil menyelundupkan 400 tanaman lada dan cengkeh (clove), 70 tanaman pala (nutmeg), dan ribuan bibitnya dari Maluku ke Mauritius (Corn, 1998:227). Kemudian sejak 1790-an, lada dan pala mulai tumbuh di Mauritius. Karya Peter Poivre ini diakui sampai hari ini sebagai tahap sangat penting dari kemajuan sains botani Perancis (Groves, 1995). Sejak itu, lada, pala dan cengkeh juga ditanam di zona lain seperti Zanzibar di pantai Afrika, Madagascar, Tobago, Grenada, Trinidad, Barbados (Inggris) yang kemudian menjadi bagian dari The Spice Islands. Koloni-koloni Inggris jugamenanam lada dan pala. (Hanna, 1991: 94). Akibatnya, harga rempah di pasar global turun. Berbasis Iptek Siklus ekonomi rempah-rempah tersebut di atas memperkuat keyakinan bahwa evolusi tata ekonomi dunia hampir 300 tahun terakhir – sejak Revolusi Industri di Eropa Barat abad 18—dipengaruhi dan digerakkan oleh pengetahuan (knowledge-based economy). Evolusi atau revolusi tata ekonomi modern digerakkan oleh sains, teknologi, dan pengetahuan. Konsep ekonomi berbasis pengetahuan ini pertama kali diperkenalkan Foray dan Lundvall pada tahun 1994 dalam workshop The Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) atau organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan. Joel Mokyr, Profesor Ekonomi mengungkapkan, akumulasi sains, teknologi dan pengetahuan merupakan jantung atau mesin utama pertumbuhan ekonomi Eropa selama hampir 300 tahun terakhir.Kombinasi teknologi dan pengetahuan ini semestinya menjadi pilihan strategis yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah, masyarakat dan kalangan perguruan tinggi di Maluku. (bersambung) Penulis adalah Alumni Universitas Bremen Jerman
Oleh: Dipl.-Oekonom, Engelina Pattiasina

Sejak awal abad 21, kebijakan departemen pertahanan Amerika Serikat (AS) di bidang ekonomi dan maritim, mulai bergeser dari fokus Eurocentric ke Asia-Pacific-centric. Isu utamanya ialah dampak ekonomi terhadap kehadiran angkatan laut Amerika Serikat di zona strategis secara ekonomi-maritim seperti Asia-Pasifik (Sam J. Tangredi, 2002:11). Indikatornya antara lain pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Pasifik, khususnya Republik Rakyat Tiongkok (RRT), yang memacu lonjakan kebutuhan pasokan energi.

Sam Tangredi mengungkapkan, Departemen Pertahanan AS (Department of Defense/DoD) tahun 2001 memperkirakan, kemungkinan lebih dari 50 persen produksi minyak asal Timur-Tengah digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi zona Asia Pasifik awal abad 21. Sebagian besar tanker pasokan dan distribusi minyak ini akan melintasi rute celah sempit Selat Hormuz antara Iran dan Oman dan Selat Malaka antara Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Singapura.

Sejak munculnya negara yang tergabung dalam BRIC (Brazil, Rusia, India, China) telah menjadi simbol perubahan kekuatan ekonomi global  yang selama ini didominasi kelompok negara maju dalam G-7 (AS, Inggris, Jerman, Jepang, Rusia, Italia dan Kanada). Bahkan, negara yang tergabung dalam BRIC ini sudah mendeklarasikan untuk mengembangkan sumber pendanaan yang menyaingi Internationl Monetary Fund (IMF). Hanya saja, sampai saat ini belum bisa terealisasi.

Melihat daya beli dan Produk Domestik Bruto (PDB), RRT telah menggeser posisi Jepang sebagai kekuatan ekonomi ke-2 setelah AS. India memasuki posisi ke-4, jauh lebih besar dari Jerman dan Inggris. Jadi, secara ekonomi, sesungguhnya sejak 2010, posisi RRT telah melewati Jepang. PDB Jepang  pada tahun 2010 adalah 5.474 triliun dolar AS, sementara PDB Cina telah mencapai 5.879 triliun dolar AS.

Tulisan singkat ini hendak membahas posisi dan pilihan Maluku merespons pergeseran pusat ekonomi dunia ke Asia Pasifik awal abad 21. Maluku pernah menjadi kawasan yang paling dicari dunia pada masa silam. Ini seolah membenarkan ungkapan “There is nothing new under the sun!”(Belum ada yang benar-benar baru di bawah matahari). Kita juga bisa meminjam kata penerima Nobel Sastra asal Irlandia, George Bernard Shaw (Juli 1856-November 1950) yang menyatakan, “History repeats itself!” Bahwa siklus sejarah acapkali berulang dalam bentuk nyaris mirip. Pergeseran pusat ekonomi ke Asia Pasifik awal abad ini juga sekilas merupakan siklus pengulangan sejarah.

Ekonomi dan Jalur Rempah
It’s stupid to be afraid!” Begitu judul Der Spiegel edisi 8 Agustus 2005 mengutip Lee Kuan Yew, mantan Perdana Menteri (PM) Singapura, tentang kebangkitan ekonomi Asia, pergeseran center of gravity ekonomi dunia dari Eropa ke Asia Pasifik dan ambisi RRT melahirkan tata dunia baru Asia Pasifik khususnya awal abad 21 tersebut di atas. Alasan Lee Kuan Yew, karena pada abad 18 M, India dan RRT pernah mengisi 40 persen PDB dunia (Sean Harkin, 2012).

Namun, Lee Kuan Yew barangkali lupa, pertumbuhan ekonomi India dan RRT hingga abad 18 Masehi itu terjadi karena perdagangan rempah-rempah yang khususnya berasal dari Tana Maluku (Cynthia Clark Northrup et al., 367-371), bukan karena sutera, teh dan keramik RRT dan Jepang melalui Jalur Sutera (Silk Routes). Jalur Sutera dirintis oleh saudagar RRT sejak abad 1 SM hingga abad 15 Masehi sepanjang Asia Tengah dan Asia Barat ke Eropa (Fu Peng, 2014) yang menyisakan padang-pasir di zona Asia Tengah. Tetapi, Jalur Rempah (Spice Routes) yang sesungguhnya menggerakkan roda perekonomian dunia yang mampu melahirkan peradaban baru.

Secara historis, zona-zona pusat ekonomi di Asia Pasifik sejak Abad Pertengahan hingga awal abad 21 adalah jalur-jalur yang juga pernah dilintasi jalur rempah.  Hingga awal abad 18 Masehi, misalnya, lada, pala, dan cengkeh yang berkualitas terbaik, hanya tumbuh di kepulauan Maluku. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa lebih dari 3000 tahun silam, rempah asal Maluku telah diperdagangkan hingga Persia (Thomas M. Leonard, ed, 2006: 1453).

Pengaruh Rempah
Karena rempah-rempah asal Maluku, abad 16-17 Masehi, kekuatan kolonial asal Eropa membangun armada laut, pelabuhan-pelabuhan, dan benteng-benteng pertahanan. Koloni mula-mula diberlakukan oleh Inggris di Banda abad 16 Masehi. Rempah diproduksi dan dipasok dari Maluku dan didistribusi ke Batavia, Malaka, Manila, Tayouan (Taiwan), Calicut (India), Goa (India), Mogadishu (Afrika Timur), Laut Merah, Teluk Persia, Macao, Hong Kong, San Salvador (Taiwan), Deshima, hingga Nagasaki di Jepang (Ride L. et al, 1999: 15-23; HM Scott, 2008).

Pada awal abad 18 Masehi, imajinasi dan representasi rempah asal Maluku mulai berubah. Rempah Maluku tidak hanya melahirkan kolonialisme yang mengekstraksi profit, tetapi juga dokumentasi sejarah dan riset ilmiah (Foucault, 1973: 54). Pionirnya ialah Georgius Everhardus Rumphius (November 1627 – Juni 1702), ahli botani asal Jerman dan naturalis François Valentijn (April 1666-Agustus 1727) asal Belanda. Peta dan ilustrasi botani rempah Maluku mulai diterbitkan di Eropa dari hasil karya keduanya awal abad 18 Masehi.

Beberapa karya Rumphius yang sangat penting, yakni Het Amboinsche Kruidboek atau Herbarium Amboinense, buku mengenai rempah-rempah dan botani yang terbit tahun 1695 dan buku D’Amboinsche Rariteitkamer atau Barang-barang aneh dan langka dari Maluku yang diterbitkan tahun 1705.

Munculnya berbagai informasi di Eropa mendorong Perancis dan Inggris berupaya untuk mengakhiri dominasi dan monopoli Belanda terhadap perdagangan rempah asal Maluku, bukan melalui kekuatan militer, tetapi melalui kecerdikan, determinasi dan transplantasi. Abad 18 Masehi, Perancis dan Inggris berupaya mengakhiri label Maluku sebagai satu-satunya The Spice Islands di dunia. Pada Juli 1729, misalnya, ekspedisi Peter Poivre membawa tanaman lada dan pala dari Maluku ke Mauritus. (Groves, 1995: 172). Tahun 1753, Poivre berhasil menyelundupkan 5 (lima) semai pertama lada dan pala dari Maluku (Corn, 1998:221).

Upaya awal Poivre gagal karena lada dan palanya tidak tumbuh di Mauritius. Tahun 1770, Poivre berhasil menyelundupkan 400 tanaman lada dan cengkeh (clove), 70 tanaman pala (nutmeg), dan ribuan bibitnya dari Maluku ke Mauritius (Corn, 1998:227). Kemudian sejak 1790-an, lada dan pala mulai tumbuh di Mauritius. Karya Peter Poivre ini diakui sampai hari ini sebagai tahap sangat penting dari kemajuan sains botani Perancis (Groves, 1995).

Sejak itu, lada, pala dan cengkeh juga ditanam di zona lain seperti Zanzibar di pantai Afrika, Madagascar, Tobago, Grenada, Trinidad, Barbados (Inggris) yang kemudian menjadi bagian dari The Spice Islands. Koloni-koloni Inggris jugamenanam lada dan pala. (Hanna, 1991: 94). Akibatnya, harga rempah di pasar global turun.

Berbasis Iptek
Siklus ekonomi rempah-rempah tersebut di atas memperkuat keyakinan bahwa evolusi tata ekonomi dunia hampir 300 tahun terakhir – sejak Revolusi Industri di Eropa Barat abad 18—dipengaruhi dan digerakkan oleh pengetahuan (knowledge-based economy). Evolusi atau revolusi tata ekonomi modern digerakkan oleh sains, teknologi, dan pengetahuan. Konsep ekonomi berbasis pengetahuan ini pertama kali diperkenalkan Foray dan Lundvall pada tahun 1994 dalam workshop The Organization of  Economic Cooperation and Development (OECD) atau organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan.

Joel Mokyr, Profesor Ekonomi mengungkapkan, akumulasi sains, teknologi dan pengetahuan merupakan jantung atau mesin utama  pertumbuhan ekonomi Eropa selama hampir 300 tahun terakhir.Kombinasi teknologi dan pengetahuan ini semestinya menjadi pilihan strategis yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah, masyarakat dan kalangan perguruan tinggi di Maluku. (bersambung)


Penulis adalah Alumni Universitas Bremen Jerman


Demikianlah Artikel Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (1)

Sekianlah artikel Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (1) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (1) dengan alamat link https://kabarkatanya.blogspot.com/2016/10/maluku-dan-pergeseran-pusat-ekonomi-ke.html

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (1)"

Posting Komentar