Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (2/habis)

Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (2/habis) - Hallo sahabat KABAR KATANYA, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (2/habis), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, Artikel Daerah, Artikel Kabar, Artikel Kabar Katanya, Artikel Maluku, Artikel Ragam, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (2/habis)
link : Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (2/habis)

Baca juga


Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (2/habis)

Saat ini sebanyak 15 blok Migas dikelola oleh investor asing di Maluku. Sedangkan 10 blok lainnya masih ditawarkan ke para investor. Namun, kekayaan sumber daya alam tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat di Maluku, karena sesuai data kemiskinan Badan Pusat Statistik, Maluku juga menempati urutan keempat sebagai provinsi miskin setelah Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Tata kelola blok-blok Migas ini perlu menghasilkan pengentasan kemiskinan rakyat di Maluku dan sehat-lestarinya ekosistem Maluku. Tren Global Pengembangan sumber Migas di Maluku perlu mempertimbangkan trend dunia untuk jangka panjang. Sebab, kebutuhan migas dunia akan membawa dampak terhadap pengelolaan sumber Migas di Maluku. Satu gejala yang ada menunjukkan peningkatan persaingan blok-blok Migas dunia. Misalnya, dalam laporan Reuters tahun 2015, Exxon Mobil, Eni (Italia) dan Sasol (Afrika Selatan) mendapat hak eksplorasi 15 blok cadangan minyak dan gas di Mozambique (selatan Afrika) seluas 74.259 kilometer persegi. Kemudian, sampai Oktober 2015, impor gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) RRT turun 3,8 persen menjadi 14,13 juta ton LNG selama 9 bulan pertama tahun 2015, jika dibandingkan dengan impor pada periode yang sama tahun 2014. Sedangkan pasokan LNG dunia naik 170 juta ton gas dari sekitar 300 juta ton gas selama beberapa tahun terakhir. Hingga tahun 2020, pasar dunia bakal kebanjiran LNG, khususnya 66 juta ton LNG baru dari Australia yang memasok pasar Asia dan 61 juta ton LNG baru dari AS. Clyde Russel, Kolumnis Reuters, melihat kecenderungan di atas berpotensi memaksa Qatar, produsen LNG terbesar dunia saat ini untuk memasarkan LNG ke kawasan Eropa. Rusia pemasok gas alam utama ke Eropa selama ini. Maka perdagangan LNG bakal dinamis hingga tahun 2020. Jepang sebagai pembeli terbesar LNG dunia berpeluang melakukan negosiasi-negosiasi jangka panjang. Kondisi global ini juga mempengaruhi masa depan tata kelola blok-blok Migas di Maluku, terutama keberadaan sumber gas di Maluku, karena pengembangan Blok Migas tidak terlepas dari kecenderungan global. Untuk itu, diperlukan kecermatan dan ketepatan dalam pengembangan Blok Migas di Maluku. Peneliti Universitas Manitoba, Kanada, Vaclav Smil, mengungkapkan, siklus ekonomi dunia selama 100 tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh produksi, pasokan, dan distribusi bahan bakar minyak, gas dan batu-bara. Selama periode 1890-1990 itu, total produk domestik bruto dunia naik dari 2 triliun dollar AS ke level 32 triliun dollar AS. Artinya, ekonomi dunia naik 14 kali lipat, konsumsi energi naik 16 kali dengan mayoritas konsumsi energi bahan bakar minyak, gas dan batubara (Speth, 2008:50). Akibatnya, tata sosial, politik, dan ekonomi setiap negara terorganisasi dalam mata-rantai produksi, distribusi, dan konsumsi ketiga bahan bakar ini. Bahkan, Smil memperkirakan hingga awal abad 21, nilai infrastruktur minyak dan gas saja mencapai 5 trilun dollar AS. Awal abad 21, industri minyak dunia mengelola 30 miliar barel minyak per tahun, yang diesktraksi di 100 negara. Distribusi minyak disalurkan melalui lebih dari 3.000 tanker dan 300 ribu mil jaringan pipa. Jumlah ini belum termasuk miliaran dollar AS investasi infrastruktur minyak. Di Amerika Serikat (AS), peralihan infrastruktur kapital global berbasis minyak, gas, dan batubara ini ke tata-ekonomi karbon rendah membutuhkan waktu 100 tahun dan dana 2,5 triliun dollar AS untuk membangun kapasitas baru hanya sektor infrastruktur listrik dengan ongkos peralihan senilai 1,5 triliun dollar AS (Smil, 2008). Dinamika kapitalisme global berbasis bahan bakar minyak, gas, dan batubara juga berdampak pada poros-poros maritim dunia selama ini. Keamanan navigasi energi dunia selama ini membutuhkan peran angkatan laut berbagai negara. Tata kelola blok-blok Migas di Maluku membuka peluang bagi produksi, pasokan dan distribusi minyak dan gas serta produk turunannya dari Maluku ke Asia Pasifik selama abad 21. Apalagi, risiko konflik dalam negeri atau konflik antara negara pada jalur lintasan rute minyak sepanjang Timur Tengah hingga Asia Timur mendorong peningkatan dan kelanjutan peran U.S. Marine Corps di Australia awal abad ini dan kekuatan-kekuatan maritim negara-negara lain. Sasarannya ialah menjaga perdamaian dan keamanan jika rute jalur minyak ini hendak membagi profit dan benefit dari globalisasi melalui maritim (DoD, 2001). Oleh karena itu, pilihan bagi Maluku ialah memperkuat kapital berbasis keahlian, sains, dan teknologi guna mengekstraksi sumber-sumber alam, termasuk minyak dan gas, yang dapat memenuhi kebutuhan Asia Pasifik selama abad 21. Sasarannya ialah kesejahteraan rakyat dan sehat-lestarinya lingkungan. Awal abad ini, pemimpin sejumlah negara seperti India, Brasil, dan Iran hendak meniru model RRT. Karena RRT siap keluar dari jebakan dan ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke sumber clean energy. Pada Oktober 2014, 21 negara Asia—minus Negara RI-- menanda-tangan Memorandum of Understanding on Establishing The Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) di Beijing (RRT), untuk mendanai pembangunan infrastruktur negara-negara Asia sepanjang “Belt and Road” dalam proyek Jalur Sutera (silk routes). MoU ini mengotorisasi kapital AIIB senilai 100 miliar dollar AS dan modal awal 50 miliar dollar AS dengan paid-in ratio sebesar 20 persen. Awal abad 21, RRT adalah “bankir” yang memutar dana sekitar 1,16 triliun dollar AS per hari. Sejak diperkenalkan reformasi ekonomi berbasis pasar tahun 1978, RRT menjadi kekuatan ekonomi yang tumbuh paling cepat di dunia (Reuters, 26/6/2009). RRT menjadi eksportir terbesar dunia dan importir barang ke-2 terbesar dunia serta menjadi negara senjata nuklir dengan anggaran pertahanan nomor 2 terbesar setelah AS pada awal abad 21. Model RRT meniru model Jepang, khususnya restrukturisasi ekonomi yang berbasis sains, teknologi, dan pengetahuan (gaige) dan keterbukaan (kaifang) yang dirilis mula-mula oleh Deng Xiaoping tahun 1970-an di RRT, yang belajar dari keberhasilan modernisasi Jepang era Restorasi Meiji (Meiji Ishin) sejak tahun 1868. Jepang mengadopsi model revolusi sosial-ekonomi Eropa abad 18 berbasis sains dan teknologi, namun tetap merawat tradisi atau adat istiadat Jepang. Jepang misalnya menerapkan sistem pendidikan dan koperasi model Jerman dengan nilai-nilai Jepang (H. Van Straelen, 1952). Ini pula peluang bagi pemerintah daerah dan perguruan tinggi Maluku mengembangkan basis-basis kapital sains dan teknologi seperti lab-lab sains rakyat guna mengekstraksi sumber-sumber alam dengan tetap merawat nilai-nilai dan tradisi serta ekosistem Maluku. “PR” Blok Masela Berkaitan dengan Blok Masela, setidaknya ada beberapa poin yang perlu mendapat perhatian. Pertama, perlu ada kepastian mengenai hak 10 persen untuk Maluku. Kepastian ini sangat bagus jika dibuat dalam bentuk keputusan presiden. Bagi Maluku, setidaknya ada tiga alternatif untuk mengelola alokasi 10 persen ini, yakni passive investment, dimana 10 persen dimiliki Pemda Maluku tetapi dimanage langsung Inpex/Shell. Kemudian, active investment, dimana saham 10 persen dimiliki Pemda Maluku melalui BUMD. Namun, muncul pertanyaan berikut mengenai pihak yang me-manage perusahaan, karena dituntut kemampuan untuk memberikan masukan ke Inpex/Shell dalam merevisi Plan of Development (POD) yang berpihak kepada kepentingan Maluku. Selain itu, bisa juga menempuh alternatif untuk mengontrol dan transparansi dalam mengolah dana masuk untuk 10 persen ini. Kedua, semua pihak juga perlu memikirkan dan memastikan konten lokal (local content). Ketentuan mengenai lokal konten ini akan sangat menentukan bagi Maluku untuk ikut menikmati dampak dari keberadaan Blok Masela. Untuk itu, diperlukan adanya landasan hukum yang mewajibkan investor (Inpex/Shell) untuk memasukkan ketentuan minimum local content dalam revisi POD. Selain itu, juga perlu ada kepastian mengenai bagaimana menghitung persentase local content, termasuk kerjasama pemerintah daerah (BUMD daerah) dengan perusahaan di daerah atau nasional untuk terlibat dalam berbagai proses tender. Misalnya, keterlibatan dalam penyewaan kapal, pembangunan infrastruktur, logistik, transportasi, pembuatan jaringan pipa, perhotelan dan berbagai industri ikutan yang ada. Ketiga, Maluku juga perlu memikirkan ada pusat pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan terlibat dalam keberadaan Blok Masela. Bahkan, perlu dibentuk seperti Masela Institute atau Masela Centre dan sejenisnya untuk mengkoordinir kebutuhan sumber daya manusia dari berbagai perguruan tinggi di Maluku, seperti Universitas Pattimura, Universitas Darussalam, UKI Maluku, Politeknik Negeri Ambon dan sebagainya, termasuk kursus keahlian untuk menjawab kebutuhan Blok Masela. Lembaga sumber daya manusia ini bisa berkoordinasi dengan Inpex/Shell untuk waktu dan tempat pelatihan, termasuk mengkordinasikan sumber daya pendanaan untuk pelatihan. Sebab, dengan keterlibatan Maluku sejak dini dalam revisi Plan of Development (POD) akan menentukan apakah Maluku ikut memainkan peran untuk memastikan keberadaan Blok Masela benar-benar membawa manfaat sebagai pusat pertumbuhan di Maluku dan bahkan untuk kawasan timur Indonesia. Jadi, kita semua berharap revisi POD benar-benar melibatkan berbagai elemen di Maluku, terutama kalangan perguruan tinggi, sehingga tidak terjadi Maluku menjadi penonton di kemudian hari ketika Blok Masela mulai beroperasi.*** Penulis adalah Alumni Universitas Bremen Jerman
Oleh: Dipl.-Oekonom, Engelina Pattiasina

Saat ini sebanyak 15 blok Migas dikelola oleh investor asing di Maluku. Sedangkan 10 blok lainnya masih ditawarkan ke para investor. Namun, kekayaan sumber daya alam tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat di Maluku, karena sesuai data kemiskinan Badan Pusat Statistik, Maluku juga menempati urutan keempat sebagai provinsi miskin setelah Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Tata kelola blok-blok Migas ini perlu menghasilkan pengentasan kemiskinan rakyat di Maluku dan sehat-lestarinya ekosistem Maluku.

Tren Global
Pengembangan sumber Migas di Maluku perlu mempertimbangkan trend dunia untuk jangka panjang. Sebab, kebutuhan migas dunia akan membawa dampak terhadap pengelolaan sumber Migas di Maluku.

Satu gejala yang ada menunjukkan peningkatan persaingan blok-blok Migas dunia. Misalnya, dalam laporan Reuters tahun 2015,  Exxon Mobil, Eni (Italia) dan Sasol (Afrika Selatan) mendapat hak eksplorasi 15 blok cadangan minyak dan gas di Mozambique (selatan Afrika) seluas 74.259 kilometer persegi.

Kemudian, sampai Oktober 2015, impor gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) RRT turun 3,8 persen menjadi 14,13 juta ton LNG selama 9 bulan pertama tahun 2015, jika dibandingkan dengan impor pada periode yang sama tahun 2014.

Sedangkan pasokan LNG dunia naik 170 juta ton gas dari sekitar 300 juta ton gas selama beberapa tahun terakhir. Hingga tahun 2020, pasar dunia bakal kebanjiran LNG, khususnya 66 juta ton LNG baru dari Australia yang memasok pasar Asia dan 61 juta ton LNG baru dari AS.

Clyde Russel, Kolumnis Reuters, melihat kecenderungan di atas berpotensi memaksa Qatar, produsen LNG terbesar dunia saat ini untuk memasarkan LNG ke kawasan Eropa. Rusia pemasok gas alam utama ke Eropa selama ini. Maka perdagangan LNG bakal dinamis hingga tahun 2020. Jepang sebagai pembeli terbesar LNG dunia berpeluang melakukan negosiasi-negosiasi jangka panjang.

Kondisi global ini juga mempengaruhi masa depan tata kelola blok-blok Migas di Maluku, terutama keberadaan sumber gas di Maluku, karena pengembangan Blok Migas tidak terlepas dari kecenderungan global. Untuk itu, diperlukan kecermatan dan ketepatan dalam pengembangan Blok Migas di Maluku.

Peneliti Universitas Manitoba, Kanada, Vaclav Smil, mengungkapkan, siklus ekonomi dunia selama 100 tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh produksi, pasokan, dan distribusi bahan bakar minyak, gas dan batu-bara. Selama periode 1890-1990 itu, total produk domestik bruto dunia naik dari 2 triliun dollar AS ke level 32 triliun dollar AS.

Artinya, ekonomi dunia naik 14 kali lipat, konsumsi energi naik 16 kali dengan mayoritas konsumsi energi bahan bakar minyak, gas dan batubara (Speth, 2008:50). Akibatnya, tata sosial, politik, dan ekonomi setiap negara terorganisasi dalam mata-rantai  produksi, distribusi, dan konsumsi ketiga bahan bakar ini. Bahkan, Smil memperkirakan hingga awal abad 21, nilai  infrastruktur minyak dan gas saja mencapai 5 trilun dollar AS.

Awal abad 21, industri minyak dunia mengelola 30 miliar barel minyak per tahun, yang diesktraksi di 100 negara. Distribusi minyak disalurkan melalui lebih dari 3.000 tanker dan 300 ribu mil jaringan pipa. Jumlah ini belum termasuk miliaran dollar AS investasi infrastruktur minyak. Di Amerika Serikat (AS), peralihan infrastruktur kapital global berbasis minyak, gas, dan batubara ini ke tata-ekonomi karbon rendah membutuhkan waktu 100 tahun dan dana 2,5 triliun dollar AS untuk membangun kapasitas baru hanya sektor infrastruktur listrik dengan ongkos peralihan senilai 1,5 triliun dollar AS (Smil, 2008).

Dinamika kapitalisme global berbasis bahan bakar minyak, gas, dan batubara juga berdampak pada poros-poros maritim dunia selama ini. Keamanan navigasi energi dunia selama ini membutuhkan peran angkatan laut berbagai negara.

Tata kelola blok-blok Migas di Maluku membuka peluang bagi produksi, pasokan dan distribusi minyak dan gas serta produk turunannya dari Maluku ke Asia Pasifik selama abad 21.  Apalagi, risiko konflik dalam negeri atau konflik antara negara pada jalur lintasan rute minyak sepanjang Timur Tengah hingga Asia Timur mendorong peningkatan dan kelanjutan peran U.S. Marine Corps di Australia awal abad ini dan kekuatan-kekuatan maritim negara-negara lain. Sasarannya ialah menjaga perdamaian dan keamanan jika rute jalur minyak ini hendak membagi profit dan benefit dari globalisasi melalui maritim (DoD, 2001).

Oleh karena itu, pilihan bagi Maluku ialah memperkuat kapital berbasis keahlian, sains, dan teknologi guna mengekstraksi sumber-sumber alam, termasuk minyak dan gas, yang dapat memenuhi kebutuhan Asia Pasifik selama abad 21. Sasarannya ialah kesejahteraan rakyat dan sehat-lestarinya lingkungan. Awal abad ini, pemimpin sejumlah negara seperti India, Brasil, dan Iran hendak meniru model RRT. Karena RRT siap keluar dari jebakan dan ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke sumber clean energy.

Pada Oktober 2014, 21 negara Asia—minus Negara RI-- menanda-tangan Memorandum of Understanding on Establishing The Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) di Beijing (RRT), untuk mendanai pembangunan infrastruktur negara-negara Asia sepanjang “Belt and Road” dalam proyek Jalur Sutera (silk routes). MoU ini mengotorisasi kapital AIIB senilai 100 miliar dollar AS dan modal awal 50 miliar dollar AS dengan paid-in ratio sebesar 20 persen.

Awal abad 21, RRT adalah “bankir” yang memutar dana sekitar 1,16 triliun dollar AS per hari. Sejak diperkenalkan reformasi ekonomi berbasis pasar tahun 1978, RRT menjadi kekuatan ekonomi yang tumbuh paling cepat di dunia (Reuters, 26/6/2009). RRT menjadi eksportir terbesar dunia dan importir barang ke-2 terbesar dunia serta menjadi negara senjata nuklir dengan anggaran pertahanan nomor 2 terbesar setelah AS pada awal abad 21.

Model RRT meniru model Jepang, khususnya restrukturisasi ekonomi yang berbasis sains, teknologi, dan pengetahuan (gaige) dan keterbukaan (kaifang) yang dirilis mula-mula oleh Deng Xiaoping tahun 1970-an di RRT, yang belajar dari keberhasilan modernisasi Jepang era Restorasi Meiji (Meiji Ishin) sejak tahun 1868.

Jepang mengadopsi model revolusi sosial-ekonomi Eropa abad 18 berbasis sains dan teknologi, namun tetap merawat tradisi atau adat istiadat Jepang. Jepang misalnya menerapkan sistem pendidikan dan koperasi model Jerman dengan nilai-nilai Jepang (H. Van Straelen, 1952). Ini pula peluang bagi pemerintah daerah dan perguruan tinggi Maluku mengembangkan basis-basis kapital sains dan teknologi seperti lab-lab sains rakyat guna mengekstraksi sumber-sumber alam dengan tetap merawat nilai-nilai dan tradisi serta ekosistem Maluku.

“PR” Blok Masela
Berkaitan dengan Blok Masela, setidaknya ada beberapa poin yang perlu mendapat perhatian. Pertama, perlu ada kepastian mengenai hak 10 persen untuk Maluku. Kepastian ini sangat bagus jika dibuat dalam bentuk keputusan presiden. Bagi Maluku, setidaknya ada tiga alternatif untuk mengelola alokasi 10 persen ini, yakni passive investment, dimana 10 persen dimiliki Pemda Maluku tetapi dimanage langsung Inpex/Shell. Kemudian, active investment, dimana saham 10 persen dimiliki Pemda Maluku melalui BUMD. Namun, muncul pertanyaan berikut mengenai pihak yang me-manage perusahaan, karena dituntut kemampuan untuk memberikan masukan ke Inpex/Shell dalam merevisi Plan of  Development (POD) yang berpihak kepada kepentingan Maluku. Selain itu, bisa juga menempuh alternatif untuk mengontrol dan transparansi dalam mengolah dana masuk untuk 10 persen ini.

Kedua, semua pihak juga perlu memikirkan dan memastikan konten lokal (local content). Ketentuan mengenai lokal konten ini akan sangat menentukan bagi Maluku untuk ikut menikmati dampak dari keberadaan Blok Masela. Untuk itu, diperlukan adanya landasan hukum yang mewajibkan investor (Inpex/Shell) untuk memasukkan ketentuan minimum local content dalam revisi POD. Selain itu, juga perlu ada kepastian mengenai bagaimana menghitung persentase local content, termasuk kerjasama pemerintah daerah (BUMD daerah) dengan perusahaan di daerah atau nasional untuk terlibat dalam berbagai proses tender. Misalnya, keterlibatan dalam penyewaan kapal, pembangunan infrastruktur, logistik, transportasi, pembuatan jaringan pipa, perhotelan dan berbagai industri ikutan yang ada.

Ketiga, Maluku juga perlu memikirkan ada pusat pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan terlibat dalam keberadaan Blok Masela. Bahkan, perlu dibentuk seperti Masela Institute atau Masela Centre dan sejenisnya untuk mengkoordinir kebutuhan sumber daya manusia dari berbagai perguruan tinggi di Maluku, seperti Universitas Pattimura, Universitas Darussalam, UKI Maluku, Politeknik Negeri Ambon dan sebagainya, termasuk kursus keahlian untuk menjawab kebutuhan Blok Masela. Lembaga sumber daya manusia ini bisa berkoordinasi dengan Inpex/Shell untuk waktu dan tempat pelatihan, termasuk mengkordinasikan sumber daya pendanaan untuk pelatihan.

Sebab, dengan keterlibatan Maluku sejak dini dalam revisi Plan of Development (POD) akan menentukan apakah Maluku ikut memainkan peran untuk memastikan keberadaan Blok Masela benar-benar membawa manfaat sebagai pusat pertumbuhan di Maluku dan bahkan untuk kawasan timur Indonesia. Jadi, kita semua berharap revisi POD benar-benar melibatkan berbagai elemen di Maluku, terutama kalangan perguruan tinggi, sehingga tidak terjadi Maluku menjadi penonton di kemudian hari ketika Blok Masela mulai beroperasi.***

Penulis adalah Alumni Universitas Bremen Jerman


Demikianlah Artikel Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (2/habis)

Sekianlah artikel Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (2/habis) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (2/habis) dengan alamat link https://kabarkatanya.blogspot.com/2016/10/maluku-dan-pergeseran-pusat-ekonomi-ke_11.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Maluku dan Pergeseran Pusat Ekonomi ke Asia-Pasifik (2/habis)"

Posting Komentar