Bayi Positif Narkoba, Tanggungjawab Siapa?

Bayi Positif Narkoba, Tanggungjawab Siapa? - Hallo sahabat KABAR KATANYA, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Bayi Positif Narkoba, Tanggungjawab Siapa?, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, Artikel Bone, Artikel Daerah, Artikel Kabar, Artikel Kabar Katanya, Artikel Ragam, Artikel Terbaru, Artikel Update, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Bayi Positif Narkoba, Tanggungjawab Siapa?
link : Bayi Positif Narkoba, Tanggungjawab Siapa?

Baca juga


Bayi Positif Narkoba, Tanggungjawab Siapa?



Lazimnya, air susu ibu (ASI) menjadi makanan terbaik bagi bayi. Namun, hal ini tidak berlaku bagi bayi usia lima bulan di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Bagaimana tidak, si bayi dinyatakan positif sabu karena kebiasaan orang tuanya mengonsumsi narkoba (Merdeka.com, 21/01/2017). Narkoba masuk ke dalam tubuhnya melalui air susu ibu (ASI).

Ironi Air Susu Ibu Narkoba tak hanya menjerat generasi muda, tapi juga para orang tua. Bayi berusia lima bulan di Palangka Raya yang positif sabu merupakan salah satu bukti nyata masifnya peredaran narkoba di Indonesia.

Kasus menyedihkan ini terungkap setelah Badan Nasional Narkotika (BNN) dan Kepolisian menangkap orang tua sang bayi yang berprofesi sebagai pengedar sabu, M. Denny Hidayat alias Deny (33), bersama temannya, Tan Tsi Chuan alias Babeh (62), di kios tempat usaha Deny di Jalan Tjilik Riwut Palangka Raya.
Bersama keduanya turut diamankan seorang ibu muda dan bayinya berusia 5 bulan (Merdeka.com, 20/01/2017).

Mirisnya, setelah dilakukan tes, si ibu dan bayi positif narkoba. Usut punya usut, RI (22) si ibu bayi aktif mengonsumsi narkoba jenis sabu satu bulan belakangan ini. Padahal, RI masih memberikan ASI ekslusif kepada buah hatinya.

Kepala BNN Kalteng, Kombes Sumirat Dwiyanto Sumirat, menjelaskan bahwa bayi tersebut positif narkoba akibat akumulasi dari orang tuanya yang menggunakan sabu. Selain ASI dari ibu, parahnya lagi, saat pesta sabu, jarak antara para pelaku dengan bayi malang itu hanya sekitar satu meter. “Kalau ada orang ramai-ramai pakai sabu terus kita ada di situ bisa juga kita kena juga, sama kayak rokok kan,” tuturnya (Detiknews.com, 22/01/2017).

Dari ketiganya ikut disita barang bukti berupa 8 paket narkotika jenis sabu dengan berat kotor 5,5 gram serta uang tunai sejumlah Rp. 1 juta. Selain itu, tim juga menyita 1 buah timbangan, 1 bungkus plastik klip, 1 buah sendok yang terbuat dari sedotan, 2 buah handphone, 2 alat bong dan 1 buah mancis.

Dedy dan babeh dijerat pasal 114 ayat 1 junto pasal 112 ayat 1 junto pasal 132 ayat 1 UU Narkotika. Sedangkan, RI direhab dan bayi malang tersebut dilakukan observasi. Permasalahan Sistemik Jumlah pengguna narkoba semakin meningkat setiap tahunnya.

Jumlah pengguna narkoba di Indonesia hingga November 2015 mencapai 5,9 juta orang. Hal tersebut disampaikan Komjen Pol Budi Waseso Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) saat berkunjung di Pondok Pesantren Blok Agung Banyuwangi Senin (Kompas.com, 11/1/2016).

Tak jauh berbeda, Kepala Bidang Kepatuhan dan Layanan Informasi Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta, Dadan Farid, mengakui bahwa konsumen narkoba meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014 lalu, jumlah pengguna narkoba di Indonesia tercatat sebanyak 4,1 jiwa, sedangkan tahun 2015 meningkat menjadi 5,8 juta jiwa (Wartakota, 11/04/2016).

Peningkatan ini menerobos seluruh wilayah di Indonesia. Ironisnya, bahkan bayi pun di awal tahun 2017 ini sudah menjadi pecandu narkoba. Mashadi Ekasurya, mantan perwakilan BNN Kalimantan Barat, mengatakan bahwa berdasarkan penelitian, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, yaitu faktor internal seperti kepribadian pelaku dan lemahnya iman dan takwa, serta faktor eksternal seperti lemahnya peran keluarga dan masyarakat yang apatis.

Menurutnya, Indonesia saat ini berada dalam status darurat narkoba karena narkoba sudah menyebar sampai lingkup terkecil seperti RT dan RW. Jika dibiarkan, ia khawatir suatu waktu tertentu Indonesia akan mengalami lost generation atau tidak ada lagi generasi-generasi muda yang berpikir untuk kemajuan bangsa.

Faktor eksternal lainnya yang turut memicu tingginya kasus narkoba adalah belum maksimalnya negara dalam memberantas narkoba. Bayangkan, peredaran narkoba justru dengan leluasa dikendalikan dari Lembaga Pemasyarakatan.

Direktur IV Tindak Pidana Narkoba, Badan Narkotika Nasional, Brigadir Jendral (Pol) Indradi Thanos, mensinyalir lebih dari 75% peredaran narkoba di Jakarta dan sekitarnya masih dikendalikan para narapidana penghuni tiga penjara, yaitu Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Tangerang, serta Rumah Tahanan Salemba (Kompas.com, 02/03/2008).

Ya, permasalahan sistemik ini memang menuntut upaya serius dan holistik dari aparat penegak hukum. Pasalnya, pemberantasan Narkoba di Indonesia saat ini seperti ‘menggengam angin’ alias sulit sekali. Sebab, tatkala ditemukan kasus kakap peredaran dan jaringan narkoba, tidak lama berselang ditemukan lagi peredaran dan jaringan narkoba yang lebih besar lagi.

Anehnya, hal tersebut bukan dilakukan oleh orang yang sama, saling berkejar-kejaran tak ada habisnya. Kemudian, hingga saat ini, sanksi yang diberikan kepada pengedar dan pemakai narkoba masih terbilang ringan, belum sampai memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera.

Hampir sebagian besar nama yang pernah dipenjara secara berulang, keluar masuk penjara dengan kasus serupa, yakni perdagangan narkoba (Kompas.com, 02/03/2008). Kalaupun dihukum dan dimasukkan ke dalam penjara, selepas dari penjara bukannya insyaf, tetapi justru ‘naik statusnya’.

Yang dulunya pengguna menjadi pengedar kelas teri. Yang dulunya pengedar kelas teri menjadi pengedar kelas kakap. Demikian seterusnya. Islam Memberantas Narkoba Menurut Ibrahim Anis dkk, narkoba adalah segala materi (zat) yang menyebabkan hilangnya kesadaran pada manusia atau hewan dengan derajat berbeda-beda, seperti hasyisy (ganja), opium, dan lain-lain (Ibrahim Anis dkk, Al Mu’jam Al Wasith, hlm. 220).

Sedangkan, Syaikh Sa’aduddin Mus’id Hilali mendefisinikan narkoba sebagai segala materi (zat) yang menyebabkan hilangnya atau lemahnya kesadaran/penginderaan (Sa’aduddin Mus’id Hilali, At Ta`shil As Syar’i li Al Kahmr wa Al Mukhaddirat, hlm. 142).

Narkoba tergolong masalah baru yang belum ada di masa imam-imam mazhab yang empat. Narkoba baru muncul di dunia Islam pada akhir abad ke-6 hijriyah (Ahmad Fathi Bahnasi, Al Khamr wa Al Mukhaddirat fi Al Islam, (Kairo : Muassasah Al Khalij Al Arabi, 1989, hlm. 155).

Namun, tak ada perbedaan di kalangan ulama mengenai haramnya narkoba dalam berbagai jenisnya, baik itu ganja, opium, morfin, mariyuana, kokain, ecstasy, dan sebagainya. Sebagian ulama mengharamkan narkoba dikarenakan oleh dua alsan; pertama, ada nash yang mengharamkan narkoba, kedua, karena menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia.

Inilah pendapat Syaikh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, juz IV, hlm. 177. Sehingga, dalam sistem pemerintahan Islam, dipandang perlu menerapkan beberapa metode guna mencegah dan memberantas peredaran narkoba.

Pertama, penanaman ketaqwaan individu kepada Allah dan kontrol masyarakat. Masyarakat harus dipahamkan bahwa mengonsumsi, mengedarkan, bahkan memproduksi narkoba adalah perbuatan haram yang akan mendatangkan murka Allah, yang di akhirat nanti pelakunya akan dimasukkan ke dalam neraka.

Kedua, penegakkan sistem hukum pidana Islam, termasuk menghilangkan mekanisme supply & demand (penawaran dan permintaan) terhadap narkoba. Sistem pidana Islam, selain bernuansa ruhiah karena bersumber dari Allah SWT, juga mengandung hukuman yang berat.

Pengguna, pengedar, dan produsen narkoba dapat dipenjara sampai 15 tahun, bahkan hukuman mati, atau dikenakan denda yang besarnya diserahkan kepada qâdhi atau hakim (al-Maliki, Nizhâm al- ‘Uqûbât, hlm. 189).

Jika sudah ditegakkan, hendaknya hukum diterapkan secara konsisten. Setiap orang yang menggunakan narkoba harus dijatuhi sanksi yang sifatnya menjerakan, demikian pula semua yang terlibat dalam pembuatan dan peredaran narkoba, termasuk para aparat yang menyeleweng.

Sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya.

Ketiga, merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa. Dengan sistem hukum pidana Islam yang notabene bersumber dari Allah SWT, serta aparat penegak hukum yang bertakwa, hukum tidak akan dijualbelikan.

Sebab, tatkala menjalankan sistem pidana Islam, aparat penegak hukum sadar betul, bahwa mereka sedang menegakkan hukum Allah, yang akan mendatangkan pahala jika mereka amanah dan akan mendatangkan dosa jika mereka menyimpang atau berkhianat.

Dengan demikian, ketika hukum Islam diberlakukan, maka kekhawatiran terhadap kasus narkoba, termasuk jatuhnya korban dari usia balita tidak pelu terjadi. Pasalnya, Islam menggunakan metode pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif) dalam menanggulangi persoalan narkoba.

Hal tersebut hanya dapat terlaksana ketika syariah Allah SWT diterapkan secara sempurna. Wallahu ‘alam bisshawab.

Oleh: Hasni Tagili (Dosen & Aktivis MHTI Konawe)
EDITOR : JUMARDI
COPYRIGHT © BONEPOS 2016


Demikianlah Artikel Bayi Positif Narkoba, Tanggungjawab Siapa?

Sekianlah artikel Bayi Positif Narkoba, Tanggungjawab Siapa? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Bayi Positif Narkoba, Tanggungjawab Siapa? dengan alamat link https://kabarkatanya.blogspot.com/2017/01/bayi-positif-narkoba-tanggungjawab-siapa.html

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Bayi Positif Narkoba, Tanggungjawab Siapa?"

Posting Komentar