Judul : MA dan DPD Permainkan Hukum. Ada Apa Gerangan?
link : MA dan DPD Permainkan Hukum. Ada Apa Gerangan?
MA dan DPD Permainkan Hukum. Ada Apa Gerangan?
BLOKBERITA, JAKARTA — Wakil Ketua Mahkamah Agung Suwardi, Selasa (4/4), memandu Oesman Sapta Odang mengucapkan sumpah jabatan sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah periode 2017-2019. Ini menandakan, MA dan DPD telah mempermainkan hukum, dalam hal ini putusan MA. Oesman Sapta, yang menjabat Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari unsur DPD, kini juga menjadi Ketua DPD dan Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Oesman Sapta, yang berasal dari Kalimantan Barat, memimpin DPD dengan didampingi dua wakil ketua, yaitu Nono Sampono (Maluku) dan Darmayanti Lubis (Sumatera Utara). Mantan Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa mengaku bingung dengan sikap MA yang memandu Oesman Sapta, Nono, dan Darmayanti mengucapkan sumpah jabatan sebagai pimpinan DPD. Pasalnya, hal itu berarti MA membenarkan pihak yang menentang putusan MA. ”Kalau saya (Ketua MA), tidak melantik karena itu sudah menentang putusan hakim yang sudah final,” katanya, semalam. ”Bagaimana orang akan percaya kepada MA dan putusan pengadilan kalau MA sendiri tidak menghormati putusannya?” ujar Harifin. Sebelumnya, MA membatalkan Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur perubahan masa jabatan pimpinan DPD dari lima tahun menjadi 2 tahun 6 bulan. Pasalnya, kedua tatib itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan putusan MA itu, DPD tidak punya dasar hukum untuk memilih unsur pimpinan DPD periode April 2017-September 2019. Namun, pada Selasa dini hari, 62 dari 132 anggota DPD yang masih tersisa dalam Sidang Paripurna DPD secara aklamasi memilih Oesman Sapta sebagai Ketua DPD dengan wakil ketua Nono Sampono dan Darmayanti.Menurut Harifin, MA
Semestinya konsisten dengan pendapat hukumnya bahwa masa jabatan pimpinan DPD adalah lima tahun. ”Dasar hukum untuk melantik sudah tidak ada. Demikian pula dasar hukum untuk mengangkat Ketua DPD baru yang masa jabatannya 2,5 tahun. Itu sudah tidak ada, sudah dibatalkan oleh MA,” katanya. Juru Bicara MA Suhadi menuturkan, putusan MA yang membatalkan Peraturan DPD No 1/2016 dan No 1/2017 adalah final dan mengikat sehingga harus ditaati. Namun, terkait dengan langkah Suwardi memandu Oesman Sapta, Nono, dan Darmayanti mengambil sumpah sebagai pimpinan DPD, ia mengembalikannya kepada pimpinan MA. ”Semuanya kembali kepada pimpinan karena mereka memiliki diskresi. Yang jelas putusan yang memiliki kekuatan hukum itu sudah ditetapkan,” kata Suhadi. Sementara itu, Suwardi menolak untuk berkomentar tentang alasan MA tetap melangsungkan pelantikan. Seusai memandu sumpah jabatan, sebelum sidang paripurna selesai, Suwardi langsung meninggalkan Kompleks Parlemen melalui pintu belakang ruang sidang. Suwardi diam seribu bahasa dan langsung masuk ke dalam mobil saat dicecar pertanyaan terkait dengan pertimbangan MA melakukan pelantikan meski sudah mengeluarkan putusan MA sebelumnya.
Justifikasi DPD
Sebelum Sidang Paripurna DPD menyetujui memilih ketiga unsur pimpinan tersebut, putusan MA yang isinya membatalkan Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Nomor 1 Tahun 2017, terlebih dahulu dibacakan di depan peserta sidang. Sidang paripurna yang dipimpin oleh pimpinan DPD sementara AM Fatwa dan Rini Damayanti, selaku anggota DPD tertua dan termuda, kemudian menyepakati pembatalan kedua tata tertib DPD tersebut, sesuai putusan MA. Berikutnya, Sidang Paripurna DPD yang hanya dihadiri oleh sekitar 40 orang dari total 132 anggota DPD itu pun mengesahkan Peraturan DPD No 3/2017 tentang Tata Tertib yang isinya mengakomodasi perubahan-perubahan pasal sebagai dampak dari putusan MA. Salah satunya, meniadakan periodisasi masa jabatan 2 tahun 6 bulan seperti yang berlaku di tata tertib sebelumnya. Atas dasar itu, AM Fatwa mengatakan, tidak ada aturan yang dilanggar oleh DPD karena sidang persetujuan atas pemilihan Oesman, Nono, dan Darmayanti dilakukan setelah DPD menjalankan perintah dalam putusan MA, yaitu membatalkan tata tertib tahun 2016 dan 2017 serta mengesahkan tata tertib baru. ”DPD tidak melanggar putusan apa pun karena saat pemilihan pimpinan itu disetujui ulang hari ini, sudah berlaku tata tertib yang baru sesuai putusan MA,” kata Fatwa. Sementara itu, Oesman Sapta mengatakan, dengan terpilihnya pimpinan yang baru, diharapkan DPD ke depan bisa lebih menunjukkan kinerja nyata untuk mewakili aspirasi daerah. Ia mengatakan, pemilihan dan pelantikan dirinya sebagai Ketua DPD yang baru telah sah menurut hukum. ”Buktinya, MA datang untuk melantik. Banyak yang mengatakan MA tak akan datang, kenyataannya MA datang. MA sangat mengerti apa keinginan DPD,” kata Oesman. Menurut anggota DPD, Djasarmen Purba, nama Oesman, Nono, dan Darmayanti sudah dipetakan sejak Maret, jauh sebelum sidang paripurna untuk pemilihan pimpinan baru dilakukan. Ketiga nama itu telah beredar di berbagai grup komunikasi internal DPD sebagai komposisi pimpinan baru yang ditawarkan untuk menggantikan trio pimpinan Mohammad Saleh-Farouk Muhammad-GKR Hemas.
Komunikasi
Sebelum sidang paripurna pelantikan diadakan, beberapa pihak dari DPD sempat berkomunikasi dan mendatangi MA untuk menanyakan sikap MA. GKR Hemas, misalnya, pada Selasa pagi mengirimkan surat terbuka kepada MA dan meminta agar MA tidak melangsungkan pelantikan karena pemilihan Oesman Sapta dan wakilnya ilegal serta inkonstitusional. Anggota DPD asal Lampung, Anang Prihantoro, mengatakan, selain Hemas dan lima anggota DPD lainnya yang mengirimkan surat terbuka ke MA, Farouk Muhammad juga sempat mendatangi MA untuk menanyakan kejelasan sikap MA, Selasa siang. Menurut Anang, dalam kesempatan itu, Farouk juga meminta MA tidak mengirim perwakilan untuk melantik pimpinan yang baru. ”MA telah mengingkari amar putusannya sendiri dengan tetap melantik pimpinan yang baru,” kata Farouk. Sekretaris Jenderal Partai Hanura Sarifuddin Sudding, yang mendampingi Oesman selama pelantikan, mengatakan, komunikasi pihaknya dengan MA sebenarnya telah dilakukan sejak Senin (3/4). Komunikasi dilakukan agar MA mengirim perwakilan untuk melantik hasil pemilihan pimpinan DPD yang baru. ”Semua proses dilangsungkan dengan sah. Tak ada keberatan dari MA untuk melantik,” katanya. Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan, apa yang terjadi di DPD sangat memalukan. DPD semestinya bisa menjaga kehormatannya sendiri sebagai lembaga negara yang baik dan menjalankan tugasnya melalui proses yang demokratis dan baik. (bin/kmps)
Demikianlah Artikel MA dan DPD Permainkan Hukum. Ada Apa Gerangan?
Sekianlah artikel MA dan DPD Permainkan Hukum. Ada Apa Gerangan? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel MA dan DPD Permainkan Hukum. Ada Apa Gerangan? dengan alamat link https://kabarkatanya.blogspot.com/2017/04/ma-dan-dpd-permainkan-hukum-ada-apa.html
0 Response to "MA dan DPD Permainkan Hukum. Ada Apa Gerangan?"
Posting Komentar