Mega Korupsi PT PAL, Bancakan Fee Rp 54,5 Miliar

Mega Korupsi PT PAL, Bancakan Fee Rp 54,5 Miliar - Hallo sahabat KABAR KATANYA, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Mega Korupsi PT PAL, Bancakan Fee Rp 54,5 Miliar, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, Artikel Indonesia, Artikel Kabar, Artikel Kabar Katanya, Artikel Politik, Artikel Terbaru, Artikel Terkini, Artikel Update, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Mega Korupsi PT PAL, Bancakan Fee Rp 54,5 Miliar
link : Mega Korupsi PT PAL, Bancakan Fee Rp 54,5 Miliar

Baca juga


Mega Korupsi PT PAL, Bancakan Fee Rp 54,5 Miliar

BLOKBERITA, JAKARTA --  Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan indikasi suap dalam pembelian dua kapal perang jenis Strategic Sealift Vessel (SSV) pesanan Kementerian Pertahanan Filipina produksi PT PAL Indonesia. Nilai suap kepada pejabat perusahaan strategis milik negara ini mencapai US$ 1,087 juta atau sekitar Rp 14,4 miliar, setara dengan 1,25 persen nilai kontrak.

Berdasarkan temuan KPK, Filipina meneken kontrak pemesanan 2 kapal senilai US$ 86,96 juta atau Rp 1,1 triliun pada 2014. Setahun kemudian, 2015, kapal pertama yang dinamai Tarlac oleh Filipina selesai dibangun dan telah dikirim ke negeri jiran itu, disaksikan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Satu unit sisanya akan dikirim pada pertengahan April ini.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, duit suap itu untuk jatah petinggi PT PAL dari perusahaan perantara Ashanti Sales Incorporated (AS Inc.). Ashanti mendapat komisi penjualan sebesar 4,75 persen dari total nilai proyek, sekitar US$ 4,1 juta atau Rp 54,5 miliar. Sebanyak 1,25 persen dari komisi tersebut dibagi ke pejabat PT PAL. "Suap diberikan dalam dua  tahap," kata Basaria di kantor KPK, Jakarta, 31 Maret 2017.

Basaria menjelaskan, dugaan suap tahap pertama diberikan pada Desember 2016 dengan nilai US$ 163 ribu atau sekitar Rp 2,1 miliar. Selanjutnya, sebanyak US$ 25 ribu atau sekitar Rp 332 juta. Basaria tak merinci bagian duit masing-masing orang. "Pada pembayaran tahap kedua inilah, penyidik mencokok 17 orang di Surabaya dan Jakarta, mulai Kamis lalu," katanya.
Hasilnya, ucap Basaria, KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. Mereka: Direktur Utama PT PAL M. Firmansyah Arifin; General Manager Treasury PT PAL Arif Cahyana; Direktur Keuangan PT PAL Saiful Anwar; dan perantara Ashanti Sales, Agus Nugroho. Empat tersangka ini ditahan KPK untuk 40 hari ke depan. 

 Juru bicara Febri Diansyah menyatakan, KPK menjerat tersangka Saiful Anwar dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Sedangkan tiga tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Perihal dugaan ada pihak lain yang terlibat skandal suap ini, Febri mengatakan, "Kami akan mengembangkannya.” 

Agen Koruptor
Terungkapnya kasus korupsi dalam penjualan dua unit kapal Strategic Sealift Vessel ( SSV) di PT PAL Indonesia menunjukkan bahwa celah korupsi di badan usaha milik negara ( BUMN) belum tertutup. Kerawanan itu muncul sejalan de ngan keterlibatan perusahaan agen atau makelar dalam setiap bisnis yang dilakukan di luar negeri
Dari dulu saya selalu waswas kalau (BUMN) melibatkan agen.” M. SAID DIDU Mantan Sekretaris Kementerian BUMN
Peran agen yang menghubungkan perusahaan dengan konsumen kerap menjadi jalur para pejabat BUMN untuk meraup keuntungan pribadi. ”Dari dulu saya selalu waswas kalau (BUMN) melibatkan agen,” ujar mantan Sekretaris Kementerian BUMN M. Said Didu kepada Jawa Pos kemarin (1/4).
Modus korupsi pejabat BUMN yang melibatkan perantara sudah beberapa kali diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, misalnya, dicokok KPK lantaran diduga menerima uang Rp 20 miliar dari pabrikan mesin pesawat Rolls-Royce melalui perantara Soetikno Soedarjo. Dia adalah pimpinan perusahaan jasa konsultan pembelian pesawat.
Said menjelaskan, keterlibatan perusahaan agen di dunia bisnis sebenarnya hal lazim. Bagi konsumen, jasa mereka dibutuhkan untuk menentukan produk yang akan dibeli. Begitu pula sebaliknya, produsen juga terbantu karena produk mereka secara otomatis dipasarkan para agen.
Namun, untuk BUMN, ruang gerak agen dalam bisnis luar negeri sangat terbatas. Proyek-proyek yang digarap umumnya menggunakan mekanisme lelang pengadaan atau tender dan kerja sama pemerintah dengan pemerintah ( government-to-government/Gto-G). ”Itu yang saya pertanyakan, kenapa kok ada agen (dalam proyek kapal perang PT PAL untuk Filipina, Red),” ucap Said.
Sebagai catatan, dua kapal SSV pesanan Filipina merupakan hasil transfer of technology (ToT) dengan Damen Schelde Naval Shipbuilding, perusahaan galangan kapal terbesar di Belanda. Proyek senilai USD 86,96 juta (Rp 1,165 triliun) itu diperoleh PT PAL dari proses tender inter- nasional pada 2014.
Satu kapal bernama Tarlac (LD601) sudah dikirim ke Filipina tahun lalu. Satunya lagi yang rencananya diberi nama Davao Del Sur (nama provinsi kelahiran Rodrigo Duterte) masih dalam proses penyelesaian di Tanjung Perak, Surabaya, markas PAL.
Menurut Said, kesepakatan antara perusahaan agen kapal perang SSV, Ashanti Sales Inc Filipina, dan PT PAL harus ditelusuri lebih jauh. Sebab, tidak tertutup kemungkinan terungkap fakta baru tentang praktik kotor industri dalam negeri yang menjamah pasar internasional seperti yang dilakukan PAL saat ini. ”Untuk apa agen? Yang salah juga kenapa (agen) diterima?”
Ketua Indonesian National Shipowner Association (INSA) Carmelita Hartoto menjelaskan, dalam bisnis jual beli kapal, pemberian fee dari agensi penjualan kepada pihak penjual bukan hal biasa. Meski menurut dia adalah hal lumrah bagi agensi penjualan mengeluarkan biaya. Biaya tersebut biasanya digunakan untuk promosi. ”Biasanya memang tidak memberi begitu saja ( fee dari agensi penjualan, Red),” ujar Carmelita saat dihubungi kemarin.
Namun, wakil ketua Kadin bidang logistik dan bendahara tersebut menekankan, terlalu dini memutuskan pemberian fee dari agensi itu sebagai bentuk gratifikasi. Dia mengatakan, tujuan pemberian fee tersebut masih harus ditelusuri lagi.
”Kita kan tidak tahu fee itu untuk apa. Kita harus cek dulu untuk apa pengeluaran agensi itu. Jadi, sebaiknya jangan ada judgmentjudgment terhadap agensi penjualan untuk saat ini,” tuturnya.
Carmelita melanjutkan, keberadaan agensi penjualan tersebut biasanya sangat dibutuhkan perusahaan-perusahaan asing yang berniat melakukan hubungan kerja sama perdagangan dengan Indonesia. Karena itu, perlu diketahui terlebih dahulu peran agensi penjualan tersebut. Apakah hanya berperan sebagai perantara untuk menjual produk atau sekaligus menyiapkan local content.
KPK sejauh ini belum mau membeber motif uang komisi dari agen untuk Direktur Utama PT PAL M. Firmansyah Arifin, General Manager Treasury (Pendanaan) Arief Cahyana, serta Direktur Keuangan dan Teknologi Saiful Anwar yang kini menjadi tersangka. KPK hanya menyebut ketiganya diduga menerima aliran uang dari Agus Nugroho, perantara Ashanti Sales Inc.
Tiga pejabat PAL itu rencananya mendapat jatah Rp 14,4 miliar atau 1,25 persen dari nilai proyek dua SSV sebesar Rp 1,165 triliun. Uang belasan miliar tersebut diambil dari jatah fee agensi Ashanti Sales Inc Rp 54 miliar atau 4,75 persen dari nilai proyek. Sampai operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (30/3), uang yang diduga sudah dialirkan sebanyak USD 188 ribu atau Rp 2,5 miliar.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemberian uang itu murni hubungan antara Ashanti Sales Inc dan para tersangka. Sejauh ini belum ada indikasi keterlibatan pemerintah Filipina, terutama Kementerian Pertahanan setempat dalam perkara tersebut. ”(Kasus PT PAL) terkait hubungan AS Inc (Ashanti Sales Inc, Red) dengan yang dihitung dari nilai kontrak (proyek kapal),” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, KPK melakukan OTT terhadap General Manager Treasury (Pendanaan) PT PAL Arief Cahyana pada Kamis (30/3). Dia ditangkap dengan barang bukti uang USD 25 ribu. Komisi antirasuah itu kemudian menangkap Agus Nugroho dan Firmansyah Arifin setelah OTT tersebut. Sementara itu, Saiful Anwar belum ditangkap karena masih berada di luar negeri.  (mrbin / kmps / tempo / jp)


Demikianlah Artikel Mega Korupsi PT PAL, Bancakan Fee Rp 54,5 Miliar

Sekianlah artikel Mega Korupsi PT PAL, Bancakan Fee Rp 54,5 Miliar kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Mega Korupsi PT PAL, Bancakan Fee Rp 54,5 Miliar dengan alamat link https://kabarkatanya.blogspot.com/2017/04/mega-korupsi-pt-pal-bancakan-fee-rp-545.html

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Mega Korupsi PT PAL, Bancakan Fee Rp 54,5 Miliar"

Posting Komentar